Jumat, Juni 20, 2014

KEKUATAN NIAT

sumber foto: intisari-online.com
Pernahkah kita merasa bahwa apa yang kita kerjakan tak bermakna apa-apa, kosong, hampa. Bekerja seolah menjadi rutinitas penggugur kewajiban, sekedar melaksanakan SOP perusahaan tempat di mana kita bekerja. Akibatnya, rasa malas, bosan, hilang fokus, patah semangat perlahan menjadi bagian yang menjadi ‘hantu’ bagi kehidupan kerja kita. Padahal bekerja merupakan tangga meraih bahagia, betapa naifnya untuk sesuatu yang kita sebut kebahagiaan, justru kita ikhtiarkan dengan cara yang tak mencerminkan sikap bahagia.
Apa yang salah? Apa yang menyebabkan tak ada ‘greget’, tidak ada rasa menggebu di dalam dada yang menjadi gizi pembangkit semangat kerja kita? Mengapa niat untuk hidup bahagia belum melahirkan semangat untuk melakukan yang terbaik dalam setiap ikhtiar kita, lebih-lebih untuk mencintai juga menikmati apa yang kita kerjakan? Mengapa niat belum menampakkan kekuatannya.
Niat adalah sesuatu yang ada di dalam hati. Ia tak tampak, yang terlihat hanyalah buah dari niat tersebut. Niat menjelma dalam perilaku kita sehari-hari, baik atau buruk, semangat atau tidak kita adalah hasil dari upaya kita memantabkan niat. Ibarat gunung es di tengah lautan, puncaknya hanya sedikit terlihat sementara bagian yang terluas justru berada di bawahnya.
Fenomena gunung es kerap dijadikan tamsil untuk menjelaskan bahwa mengolah bagian terluas atau biasa dikenal dengan alam bawah sadar merupakan pekerjaan yang penting. Apa yang tampak di permukaan hanya 20 persen sementara sisanya ada didalamnya. Nilai-nilai seperti semangat, kerja keras, tanggung jawab, cinta dan nilai lainnya justru refleksi dari kerja alam bawah sadar manusia.
Belajar dari fenomena gunung es, maka agar kekuatan niat itu menjelma positif dalam tiap apa yang sedang kita kerjakan, hal utama yang penting kita aktifkan adalah hati yang ternyata merepleksikan bagian terluas dalam diri manusia. Hati menjadi simbol untuk menunjukkan kewaspadaan kita.
Perhatikan! Pernahkah kita terpikir, mengapa ungkapan seseorang kepada mereka yang hendak bepergian, misalnya selalu berpesan dengan kata-kata, ‘hati-hati ya’. Mengapa untuk mengingatkan kewaspadaan seseorang, hati yang digunakan sebagai perumpamaan. Ungkapan ‘hati-hati’, mungkin sejatinya merupakan himbauan untuk menjaga hati kita. Sehingga, ketika hati terjaga, seluruh pikir, kata, dan perbuatan akan mewujud dalam perilaku positif berupa semangat kerja yang hidup, bukan sekedar rutinitas tanpa makna, kosong, juga membosankan.
Akhirnya, kekuatan niat akan muncul bila melibatkan upaya untuk mengaktifkan hati secara terus-menerus. Mari bekerja dengan hati. Dan selamat bekerja. Wallahua’lam bissawab.

Salam Powerful..!Bogor, 14 Juni 2014
Julmansyah Putra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar