Kamis, Juli 10, 2014

CAPRES (TAK) SANTUN

Hasil quick count Pilpres 2014 yang dilakukan beberapa lembaga survey menghasilkan kesimpulan berbeda. Celakanya, meski bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, hasil penghitungan cepat dijadikan landasan untuk menyatakan kemenangan. Perayaan ‘kemenangan’ sementara itu dilakukan dengan mendeklarasikan secara terbuka. Seolah ingin menggiring opini publik, bahwa hasil quick count adalah final. Lalu bagaimana jika hitungan KPU menyatakan sebaliknya?

Deklarasi kemenangan capres menggunakan hasil quick count menunjukkan sikap tak santun para kandidat yang bertarung. Lebih-lebih jika itu dilakukan dengan selebrasi yang berlebihan. Apapun alasannya, mereka tak menghargai Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai wasit yang sah untuk menentukan siapa pemenang. Pun, sikap tak santun ini bila tak dicegah akan melahirkan riak di tengah masyarakat yang sudah terlanjur bersitegang menjadi pembela masing-masing pasangan calon dengan segenggam argumentasi pembenaran atas pilihannya.

Apakah keduanya benar? Atau salah satu dari kelompok ini telah berdusta? Pertanyan inilah yang penting untuk kita cermati untuk memahami musabab tak santuntnya capres pada ‘pesta rakyat’ tahun 2014 ini.

Dusta Survey
Dusta adalah perbuatan yang paling hina. Ia adalah ibu kandung dari semua keburukan. Maka kekhawatiran pada apa yang terjadi dalam Pilpres 2014 merupakan kewajaran yang cukup beralasan. Ketika kelompok penghitung cepat melakukan kebohongan publik, maka kehancuran mungkin sudah menanti di depan mata. Keburukan sebagai buah dari dusta akan menjadi hasil yang akan kita petik bersama selaku penduduk negeri.

Keburukan yang paling nyata yang menjadi ancaman saat ini adalah hilangnya rasa persatuan berbangsa dan bernegara kita. Hasil hitung yang berbeda dilanjuntkan manuver tak santun capres dengna deklarasi kemenagan menumbuh suburkan saling curiga, benci, dan kemarahan. Semua itu menjadi potensi yang bisa jadi meledak dalam bentuknya yang paling ekstrem yaitu pertumpahan darah sesama saudara anak bangsa.

Mungkin ada baiknya kita menyimak kembali hadits Rasulullah berikut ini: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada Al-Birr (kebaikan), sedangkan kebaikan itu mengantarkan ke dalam surga. Sesungguhnya seseorang senantiasa bersikap jujur hingga ia dicatat di sisi Allah Ta’ala sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya Al-Kadzib (kebohongan) itu mengarahkan pada kejahatan, sedangkan kejahatan itu menjerumuskan ke dalam Neraka. Sungguh seseorang senantiasa berbohong hingga dicatat sebagai pendusta.” (HR. Bukhari)

Celaka benar perbuatan dusta itu, sampai Rasulullah mengingatkan bahwa dusta akan melahirkan keburukan, dan keburukan akan bermaura pada neraka. Dan bukankah neraka adalah seburuk-buruknya tempat untuk dibernaung? Neraka adalah puncak dari kesengsaraan hidup umat manusia. Ia adalah jawaban bagi mereka yang menciptakan keburukan. Dan dusta adalah muasalnya.

Adalah penting bagi para capres yang berkompetisi untuk bisa menahan diri, menunjukkan sikap kenegarawanannya. Tidak menggunakan survey dusta sebagai klaim kemenangan, apalagi dideklarasikan secara terbuka dan massif. Sikap seperti ini akan melahirkan harmoni bagi Republik tercinta. Inilah sikap santun yang harusnya ada dalam kesadaran diri para pemimpin bangsa. Wallahualam Bissawab.


Salam Powerful…!
Julmansyah Putra


Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @jujulmaman
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar