Hasil quick count Pilpres 2014 yang dilakukan beberapa
lembaga survey menghasilkan kesimpulan berbeda. Celakanya, meski bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, hasil penghitungan cepat dijadikan
landasan untuk menyatakan kemenangan. Perayaan ‘kemenangan’ sementara itu
dilakukan dengan mendeklarasikan secara terbuka. Seolah ingin menggiring opini
publik, bahwa hasil quick count adalah final. Lalu bagaimana jika hitungan KPU
menyatakan sebaliknya?
Deklarasi kemenangan capres menggunakan hasil quick count
menunjukkan sikap tak santun para kandidat yang bertarung. Lebih-lebih jika itu
dilakukan dengan selebrasi yang berlebihan. Apapun alasannya, mereka tak
menghargai Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai wasit yang sah untuk menentukan
siapa pemenang. Pun, sikap tak santun ini bila tak dicegah akan melahirkan riak
di tengah masyarakat yang sudah terlanjur bersitegang menjadi pembela
masing-masing pasangan calon dengan segenggam argumentasi pembenaran atas
pilihannya.
Apakah keduanya benar? Atau salah satu dari kelompok ini telah berdusta?
Pertanyan inilah yang penting untuk kita cermati untuk memahami musabab tak
santuntnya capres pada ‘pesta rakyat’ tahun 2014 ini.
Dusta Survey
Dusta adalah perbuatan yang paling hina. Ia adalah ibu
kandung dari semua keburukan. Maka kekhawatiran pada apa yang terjadi dalam
Pilpres 2014 merupakan kewajaran yang cukup beralasan. Ketika kelompok
penghitung cepat melakukan kebohongan publik, maka kehancuran mungkin sudah
menanti di depan mata. Keburukan sebagai buah dari dusta akan menjadi hasil
yang akan kita petik bersama selaku penduduk negeri.
Keburukan yang paling nyata yang menjadi ancaman saat ini
adalah hilangnya rasa persatuan berbangsa dan bernegara kita. Hasil hitung yang
berbeda dilanjuntkan manuver tak santun capres dengna deklarasi kemenagan
menumbuh suburkan saling curiga, benci, dan kemarahan. Semua itu menjadi
potensi yang bisa jadi meledak dalam bentuknya yang paling ekstrem yaitu
pertumpahan darah sesama saudara anak bangsa.
Mungkin ada baiknya kita menyimak kembali hadits
Rasulullah berikut ini: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada Al-Birr (kebaikan),
sedangkan kebaikan itu mengantarkan ke dalam surga. Sesungguhnya seseorang
senantiasa bersikap jujur hingga ia dicatat di sisi Allah Ta’ala sebagai orang
yang jujur. Dan sesungguhnya Al-Kadzib (kebohongan) itu mengarahkan pada
kejahatan, sedangkan kejahatan itu menjerumuskan ke dalam Neraka. Sungguh
seseorang senantiasa berbohong hingga dicatat sebagai pendusta.” (HR. Bukhari)
Celaka benar perbuatan dusta itu, sampai Rasulullah mengingatkan bahwa dusta akan
melahirkan keburukan, dan keburukan akan bermaura pada neraka. Dan bukankah
neraka adalah seburuk-buruknya tempat untuk dibernaung? Neraka adalah puncak
dari kesengsaraan hidup umat manusia. Ia adalah jawaban bagi mereka yang
menciptakan keburukan. Dan dusta adalah muasalnya.
Adalah penting bagi para capres yang berkompetisi untuk
bisa menahan diri, menunjukkan sikap kenegarawanannya. Tidak menggunakan survey
dusta sebagai klaim kemenangan, apalagi dideklarasikan secara terbuka dan
massif. Sikap seperti ini akan melahirkan harmoni bagi Republik tercinta.
Inilah sikap santun yang harusnya ada dalam kesadaran diri para pemimpin
bangsa. Wallahualam
Bissawab.
Salam Powerful…!
Julmansyah Putra
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @jujulmaman
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar