Sering orang
mengatakan bahwa ‘sabar ada batasnya’. Ungkapan ini sering terucap ketika
seseorang sedang menahan diri untuk tak membalas perlakuan buruk orang lain. Saat
ia sudah begitu tersudut akibat penzoliman lingkungan terhadap dirinya. Atau ketika
musibah seolah tak henti menghampiri, kemudian dalam keputusasaan kalimat itu
sering terucap. Tidak! Jika sabar itu berbatas, sesungguhnya pada titik itulah
sabar itu tak lagi bersama kita.
Sabar tak itu
tak bertepi. Allah meminta orang yang beriman menjadikan sabar sebagai penolongnya.
Bahkan, Allah akan selalu bersama mereka yang menggenggam sabar dalam hatinya. “Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah [2]:
153). Dan sungguh janji Allah tak mungkin Ia ingkari.
Pelajaran sabar,
tentu tak selalu ditemukan dalam bentuk derita. Perlakukan buruk orang lain,
cobaan hidup yang tampak tak berujung, adalah satu bagian dari proses seorang
hamba menemukan sabar. Pun, sejatinya pelajaran sabar dapat dijumpai dalam bentuk
kenikmatan. Kecukupan bahkan kelebihan harta, jabatan, keluarga yang bahagia, dan
kesenangan dunia lainnya merupakan ujian, apakah seseorang mampu bersykur. Sabar
untuk tidak terlena dalam kekenikamtan sehingga lupa diri dan melupakan orang
lain.
Baik derita
ataupun nikmat, keduanya adalah ujian yang sedang diberikan Allah pada
hamba-Nya, apakah ia layak dinaikkan ‘kelasnya’. Tahan ujian juga menjadi bukti
keimanan. Bukankah, tak serta merta seseorang mengaku beriman tanpa diuji
terlebih dahulu. Allah mengingatkan, “Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al 'Ankabuut [29]: 2)
Lalu bagaimana
caranya, menyikapi ujian penderitaan dan kenikmatan agar menjadi keberkahan
hidup dan sabar berbuah bahagia? Setidaknya ada dua hal yang penting untuk kita
pahami dan jalani. Pertama, jadikan sabar dalam ujian sebagai
momentum meminta pertolongan Allah. Prof. M. Amin Aziz, penulis buku The Power
of Al-Fatihah, terkait dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah [2]: 153, ia
berpendapat bahwa dalam sabar dan shalat kita diperintahkan Allah untuk
berdoa memohon pertolongan kepada-Nya. Dan yakinilah bahwa Allah Zat yang Maha
Pengabul doa.
Kedua, jadilah hamba yang khusyu’ hatinya, yaitu mereka yang menyakini bahwa segala
bermula dari Allah dan kepada-Nya segala sesuatu akan kembali, seraya
mengatakan innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Allah mewanti-wanti, bahwa sabar
adalah perbuatan yang sulit dilakukan, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, “Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)
Keinsyafan bahwa
kesabaran harus hadir dalam setiap saat, duka maupun suka, adalah sikap yang
akan menjadikan kita selalu mawas juga terjaga, bila derita yang sedang kita
hadapi, bersabarlah. Sebab boleh jadi itu pertanda (ujian) derajat kita akan
dinaikkan. Sebaliknya, jika kenikmatan yang sedang kita rasakan, bersabarlah. Boleh
jadi itu adalah ujian kesanggupan kita mensyukuri apa yang Allah berikan. Sebab,
jika kufur, kenikmatan itu sewaktu-waktu bisa berupah menjadi petaka.
Akhirnya, mari
kita merengkuh sabar dalam setiap aktifitas kita. Yakinlah bahwa sabar tak
berbatas. Tak ada akhir dari kesabaran. insyaAllah Zat Yang Maha Sabar akan
senantiasa bersama dan menolong kita yang sabar. Semoga. Wallahu’alam
Bissawab.
Salam Powerful…!
Julmansyah Putra
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @jujulmaman
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar