Sering saya mendengar nasehat, ‘belajarlah dari
semut, mereka saling bertegur sapa mesra setiap kali berjumpa’. Sesama semut, berhenti
sejenak, saling mendekatkan kepala, seolah sedang cipika-cipiki (cium
pipi kanan, cium pipi kiri) jika bertemu sahabatnya. Itu adalah ‘ritual’ unik yang
sering terjadi saat mahluk kecil ini sedang berpapasan. Indah bukan, jika pada
sesama saling peduli dan bertegur sapa. Kita manusia, mungkin patut belajar dari apa yang dilakukan para semut.
sesama saling peduli dan bertegur sapa. Kita manusia, mungkin patut belajar dari apa yang dilakukan para semut.
Tapi, taukah Anda apa sedang mereka bicarakan (komunikasikan)
saat semut berjumpa? Penasaran? Mau tau? Saya akan coba ceritakan dan
tafsirkan apa isi komunikasi
antar-semut itu. Ceritanya begini.
Suatu malam, sang raja hutan bermimpi akan terjadi
banjir besar yang menenggelamkan seisi hutan. Tak ada yang selamat, kecuali yang
menaiki sebuah kapal besar di sebuah gunung tertinggi di daerah itu. Saat terbangun,
betapa terkejutnya sang raja hutan, mimpinya begitu terlihat nyata, ia tampak
ketakukan. Raja percaya mimpinya itu semacam petunjuk untuk waspada.
Esok harinya, sang raja hutan mengumpulkan seluruh
rakyatnya, menceritakan mimpinya, kemudian bertanya solusi untuk menghadapi
bencana tersebut. Mendengar itu, penghuni hutan panik dan ketakutan. Akhirnya mereka
putuskan untuk mengikuti petunjuk dalam mimpi itu, dengan membangun sebuah
kapal besar di atas gunung yang paling tinggi. Semua penghuni hutan bergotong-royong
membangun kapal besar. Tak lupa mereka mengumpulkan bahan makanan sebagai bekal
perjalanan.
Setelah selesai, raja hutan kemudian kembali
mengumpulkan rakyatnya. Dengan suara lantang ia mengatakan, ‘wahai rakyatku
sekalian, sebentar lagi banjir besar itu sampai di sini dan menenggelamkan tempat
kita. Maka, naiklah kalian semua ke atas kapal’. Mendengar perintah sang raja,
seluruh hewan berhamburan, berlomba menjadi yang pertama menaiki kapal. Akibatnya,
terjadilah kekacauan. Ada yang berteriak, ‘yang jantan harap mengalah’, beri
jalan buat yang betina’.
Celakanya, tak satupun yang mau mengalah, semua hewan
tetap saling sikut untuk mendapat tempat di atas kapal. Melihat itu, sang raja mengambil
keputusan dan berkata, ‘rakyatku sekalian, waktu semakin sempit, air sudah meninggi.
Atas nama keadilan, agar tidak ada lagi perdebatan apakah betina atau jantan
yang lebih dulu naik. Saya minta kalian untuk melepaskan ‘barang’ (maaf: kelamin)
masing-masing. Tinggalkan dan simpan di tempat ter-aman. Agar setelah banjir
reda bisa ditemukan kembali’.
Setelah semua mengikuti perintah sang raja, benar tak
ada lagi jantan atau betina, semua sama. Seluruh penghuni hutan menaiki kapal
dengan tertib tanpa meributkan jenis kelamin apa yang harus didahulukan.
Singkat cerita, banjirpun surut dan semua hewan
bersyukur lega atas keselamatan mereka. Tapi ternyata kapal yang mereka
tumpangi bergeser tempatnya. Semula ada di atas puncak gunung, kini sudah jauh
berada di kaki gunung. Setelah cukup lama mereka bergembira, raja hutan kembali
meminta mereka berkumpul. ‘Rakyatku, banjir sudah reda, kita akan memulai hidup
baru. Kita akan membangun hutan kita kembali’. Sebelum menutup pidatonya, sang
raja mengingatkan tentang kelamin yang mereka tinggalkan di atas gunung. ‘Sekarang
silahkan ambil kembali ‘barang’ kalian’. Perintah sang raja.
Sontak serentak semua hewan berlarian menuju
puncak gunung. Taukah Anda, kuda adalah hewan yang paling beruntung, larinya
kencang, ia sampai pertama di puncak gunung dan bisa memilih ‘barang’ yang
semula ditinggalkan dengan leluasa. Kuda mendapatkan yang terbaik, baik segi bentuk
dan ukurannya. Dan beruntug pula hewan lain yang bisa berlari lebih cepat,
mereka bisa mendapatkan kembali ‘barang’nya.
Sementara para semut, dengan segala keterbatasan akhirnya
sampai juga di puncak gunung. Tapi sayang sungguh malang, setelah berkeliling
cukup lama, ‘barang’ yang ditinggalkan tak kunjung ditemukan. Mereka berputar-putar
dan setiap kali berpapasan (berjumpa) dengan sahabatnya, mereka berhenti dan
mendekatkan kepalanya seraya berbisik mengatakan, ‘coy, sudah ketemu belum punya
lu’. Dan mungkin itulah yang hingga kini mereka tanyakan dan tegur sapakan
(komunikasikan) saat mereka bertemu. Demikian tafsir tentang isi komunikasi
antar-semut. (hehe becanda, hiburan dikit biar seger)
Terlepas dari cerita di atas, cara semut menyapa
sahabatnya yang seolah sedang cipika-cipiki saat jumpa itu perlu kita
ambil pelajaran darinya. Menyapa orang lain saat bertemu adalah tindakan mulia.
Sikap itu akan semakin menguatkan silaturahim antar-sesama. Dan bukankah
silaturahim melapangkan rezeki juga memperpanjang usia? Lebih-lebih ketika
jumpa saudara seraya mengucapkan salam. Dan bukankah salam itu mengandung doa
keselamatan atas saudara kita.
Sungguh indah jika kita mau belajar dari semut,
tentang bagaimana bersikap dengan sahabat. Maka mulai sekarang, saat jumpa
sahabat, tersenyumlah, ucapkan salam, jabat tangannya, dan tanyakan kabarnya.
(Tapi jangan tanya, ‘coy, sudah ketemu belum punya lu?’ Hehe).
Mudah-mudahan
silaturahim kita semakin kuat, mampu menghadirkan manfaat bagi diri pribadi
juga sahabat-sahabat kita, panjang umur dan murah rezeki. Semoga. Wallahua’lam
Bissawab.
Salam Powerful…!
Julmansyah Putra
Jika menurut sahabat-sahabat artikel ini menarik. bantu share dengan yang lain ya. Terimakasih
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @julmansyah07
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar