Bicara soal kematian kadang membuat sebagian orang
merinding. Lebih-lebih ketika berpikir tentang ajal diri sendiri. Ini adalah
persoalan semua orang, dan saya salah satunya. Pernah saya begitu takut jikalau
tiba-tiba Tuhan mengambil titipan berupa hidup ini. Saya berhenti bernafas,
dimandikan, dikafani, disholatkan, kemudian beramai-ramai diantar ke peradeuan
terakhir, untuk kemudian saya mulai ‘hidup’ baru sendiri di dalam kubur.
Satu hal yang membuat saya semakin takut, kadang
sedih, bahkan merinding adalah ketika ingat bahwa saya harus meninggalkan
keluarga, meninggalkan anak, orang tua, saudara, dan orang-orang yang kita sangat
sayangi. Ingat semua itu, saya semakin takut.
Tapi, setelah direnugkan kembali, ternyata dengan
mengingat kematian dan bahkan menetapkan akhir hidup, kita mampu menjadikan
sisa umur semakin berharga. Menghargai setiap momen kebersamaan kita di tengah
keluarga, keterlibatan kita di lingkungan kerja, suasana keakraban dalam
persahabatan, merupakan energi yang lahir dari kesadaran kita pada kematian.
Ternyata dengan begitu, hidup semakin indah dan penuh makna.
Kesadaran ini saya temukan setelah membaca sebuah
cerita yang sangat inspiratif tentang seorang laki-laki yang tampak begitu
bosan, jenuh dengan hidupnya. Dalam kegalauan hidup itu ia memutuskan menemuia
orang bijak, seorang sufi untuk menasehatinya. ‘sufi, saya bosan hidup, rumah
tangga saya berantakan, usaha saya kacau. Saya ingin mati saja’, curhat pria
itu pada sang sufi.
Mendengar itu, sang sufi tersenyum dan berkata,
‘oh, anda tampaknya sedang sakit. Tapi yakinlah, sakitmu bisa disembuhkan’. ‘Tidak
sufi, saya sudah memutuskan untuk mengakhiri hidup ini’, jawab pria itu memastikan.
Mendengar itu, sang sufi berkata, ‘baiklah, jika itu keputusanmu, silahkan kau
minum racun ini. Minumlah setengah botol malam ini dan sisanya kau minum besok
sore pukul 6. Jangan khawatir 3 jam setelah itu kamu akan mati dengan tenang’,
ujar sang sufi meyakinkan pria itu.
Meski kelihatan bingung melihat sikap sang sufi
yang bukan mencegahnya dan memotivasi agar ia tetap hidup, pria yang berniat
mengakhiri hidupnya itupun kembali pulang ke rumah dan menjalankan perintah
sang sufi. Ia meminum setengah botol racun dan menyimpan sisanya untuk diminum
besok sore.
Pria itu berpikir bahwa ini adalah malam
terakhirnya bersama keluarga. Maka, ia pun mengajak keluarganya makan malam di
restoran pavoritnya. Ia memesan semua makanan kesukaannya. Sesuatu yang sudah
lama sekali tidak ia lakukan. Tak lupa, pria yang berniat mati itupun bersenda
gurau penuh suka cita bersama anak-anak dan istrinya. Ia ingin meninggalkan
kesan terakhir yang patut dikenang, pikirnya. Sebelum tidur, ia sempatkan
menuju kamar anaknya, memberi dongeng sampai anaknya terlelap. Tak ketinggalan,
pria ini mencium kening istrinya, sambil mengatakan, ‘sayang, aku mencintaimu’.
Pagi-pagi sekali pria itu bangun dari tidurnya.
Membuka jendela kamar, melihat pemandangan halaman rumahnya. Ia menikmati
setiap hirupan udara pagi yang sungguh menyegarkan itu. Pria ini memutuskan
berjalan-jalan pagi terakhirnya. Ia berjalan sendiri mengelilingi kompleks
perumahan tempat ia tinggal. Menyapa setiap orang yang ia temui dengan begitu
ramah dan hangat. Pagi itu, sang pria merasa begitu bahagia.
Setelah cukup puas berjalan-jalan. Pria yang
berniat mengakhiri hidupnya itupun kembali ke rumah. Melihat sang istri masih
tidur, pria itupun membuat 2 buah gelas teh hangat. Kemudian ia membangunkan
istrinya dengan lebut.
‘sayang, bangun sayang. Ini aku sudah siapkan teh hangat untukmu’. Perlakukan
yang tidak biasa itupun membuat sang istri tampak begitu heran. Lalu
memberanikan diri bertanya, ‘pa, apa yang terjadi? Apakah aku ada salah ya?
Maafkan aku ya sayang’. Ujar sang istri.
Pria itu hanya tersyum, menggelengkan kepala
samabil terus menikmati teh hangat buatannya. Tentu saja istrinya semakin
merasa aneh, tapi ia cepat menyesuaikan diri. Ia tak ingin merusak kebahagiaan
suaminya pagi ini.
Setelah rapih, pria itupun bergegas menuju kantor.
Tampaknya ia tak ingin melewatkan hari kerja terakhirnya. Ia menguacapkan salam
pada seluruh stafnya. Tentu saja, seperti istrinya di rumah,
karyawan-karyawannya pun keheranan melihat perubahan bosnya itu. ‘Lho, tumben,
biasanya si bos tak pernah seramah itu. Ko aneh ya?’, ucap salah seorang staf. ‘Iya’,
jawab staf lain membenarkan. ‘Biasanyakan pak bos jutek, boro-boro menyapa,
sedikit senyumpun tidak. Mengapa hari ini beliau begitu toleran, menghargai
pendapat kita yang berbeda. Aneh, mungkin beliau mulai menikmati pekerjaannya’,
katanya terheran.
Sekali lagi, pria yang ingin bunuh diri itu
merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Terlebih, ketika sore hari ia tiba di
rumah, sang istri menyambutnya dengan senyum dan menciumnya. Anak-anaknya pun
tampak begitu ceria, berlari menghampiri dan memeluknya. Mereka begitu bahagia melihat
perubahan sang ayah.
Pria itu menemukan keindahan hidup, justru satu
hari sebelum ia menetapkan waktu akhir dari hidupnya. Tiba-tiba ia ingin
mengurungkan niat bunuh dirinya. Namun, yang terpikir olehnya adalah, bagaimana
dengan racun setengah botol yang sudah terlanjur ia minum? Buru-buru pria itu
mendatangi sang sufi. Dalam cemas, ia berkata pada sang sufi bahwa ia ingin
mengurungkan niatnya bunuh diri. ‘Tapi bagaimana dengan racun yang terlanjur
aku minum kemarin wahai sufi?’ Tanya pria itu.
Sufi itupun tersenyum dan mengatakan, ‘buang saja
sisa racun di botol itu. Sesungguhnya aku tidak memberimu racun. Aku hanya
memasukkan air putih biasa ke dalam botol itu.’ Dan saya bersykur, kini engakau
sudah kembali pulih dari sakitmu, tutur sang sufi.
Mungkin kita pernah merasa bosan dengan hidup yang
kita jalani. Itu alamiah. Tapi ketahuilah, seperti pengalaman pria dalam cerita
tadi, semua berubah indah pada saat kita sadar akan meninggalkannya. Menetapkan
kapan akhir dari kehidupan, mungkin akan membantu kita menghargai setiap momen
kehidupan yang sedang dijalani. Semoga. Wallahu’alam Bisswab
Salam Powerful!
Julmansyah Putra
Ingin berbincang lebih lanjut, silahkan follow twitter saya di @jujulmaman
Sila berkunjung pula ke http://www.dfq-indonesia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar